Ketua FPII Malut, Pungli dan KKN Di Duga Bersarang di Disperindag Kota Ternate

Ketua FPII Malut, Pungli dan KKN Di Duga Bersarang di Disperindag Kota Ternate   


Jurnal Bayangkara News, TERNATE MALUKU UTARA - Ketua Forum Pers Independent Indonesia (FPII) Provinsi Maluku Utara Junaedi Abdul Rasyid, sangat menyayangkan Pungutan Liar (Pungli) dan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), bersarang di Disperindag Kota Ternate. Pasalnya, berdasarkan investigasi yang di lakukan, di beberapa tempat seperti di dinas perindustrian dan perdagangan kota Ternate, terdapat bahwa ada pedagang lama yang tidak mendapatkan tempat di pasar sabi – sabi karena ada pedagang baru yang bukan dari pedagang lama mendapat tempat yang bagus bahkan diprioritaskan karena di duga ada permainan antara oknum ASN Dinas Perindag yang berinisial (AJ) serta jasa para calo – calo dengan menggunakan uang pelicin dengan berani membayar harga yang lumayan besar untuk mendapatkan kios yang padahal adalah milik pemerintah kota Ternate dari APBD bahkan APBN.

"Padahal, sosialisasi tentang jangan lakukan pungutan liar (Pungli) dan Korupsi, Kolusi dan Nopotisme (KKN) sering di dengung -dengungkan bahkan disebar luas melalui media -media baik itu media maenstram maupun media sosial (medsos) bahkan sampai aparat penegak hukum pun melakukan sosisialisaai tersebut. Namun mirisnya usaha tersebut sia -sia belaka. Pasalnya pungli atau KKN bukannya mati atau berhenti malah tumbuh subur dengan Terarah, Sistematis dan Masif". ucap Junaedi.

Permasalahan ini lanjut Junaedi, terlihat dari praktek pungli dan KKN sudah berlangsung sejak lama dan hal ini mulai terkuat sejak pergantian kadis perindag yang lama yang sempat di demo Kamis, (29/8/2019) yaitu, Nuryadin Rahman dengan beganti ke Hasyim Yusuf sebagai Kadis Disperindag yang baru pada 27 desember 2019 tahun kemarin. sehingga terkesan banyak permasalahan baik dari internal dinas itu sendiri maupun external dengan dampak masalah-masalah yang terjadi di poksi dinas itu sendiri, seperti para pedagang yang tidak teratur baik, pasar yang masih belum tertata dengan rapih dan terminal – terminal angkutan umum seperti Bastiong dan Gamalama yang masih kacau”. tuturnya.

Junaedi juga menuturkan, berdasarkan investigasi yang didapat Kendati tidak ada bukti yang nyata atas jual beli tempat di pasar sabi – sabi namun berdasarkan hasil investigasi yang didapat kisaran uang yang di berikan kepada oknum -oknum yang memanfaatkan hal ini sebesar 50 bahkan sampai 100 juta rupiah.

"Modus yang dilakukan oleh oknum ini ada berbagai macam cara, ada melalui anak buahnya untuk mencari mangsa dan ada calo yang siap memainkan perannya serta ada pedagang yang langsung melalui oknum pejabat dinas tersebut. Cara yang di mainkan berbagai macam seperti meminjam uang atau memakai uang pedagang dulu dengan dalil di janjikan akan mendapatkan tempat di pasar sabi – sabi. jelasnya.


Hal ini terbukti begitu setelah terjadi aksi protes oleh sejumlah pedagang terhadap kebijakan Disperindag pada hari senin bulan Januari 2020,  (13/1/2020). singkat cerita pada saat para pedagang diundang ke kantor untuk menyelesaikan masalah yang ada hubungannya dengan penempatan para pemilik kios di pasar sabi-sabi yang tidak jelas punya siapa milik siapa karna ada yang sudah bayar duluan dan lebih banyak bayarnya.

Tapi sayangnya, para pedagang itu tiba di kantor Disperindag bukan disambut baik dengan menyelesaikan masalah tapi disambut oleh beberapa pegawai honorer yakni Satgas Pasar dan memukul beberapa pedagang, hingga berujung ke laporan polisi, hingga masalah ini pernah di muat oleh beberapa media online dan cetak.

Kasus pemukulan tersebut bahkan sudah di kuasakan ke kuasa hukum Darwis M. Said, menurutnya kasus ini sudah ada bukti dan pengakuan saksi-saksi dari asal mulanya sehingga terjadi pemukulan tersebut, itu karna adanya permainan uang antara oknum pedagang dan pihak dinas Disperindak Kota Ternate agar dapat menempati tempat yang ada di kios pasar sabi-sabi.


Menurut Junaedi (Ketua FPII) “Sebetulnya kalau aparat penegak hukum dan tim saber pungli jeli dan pemerintah kota ingin menegakan hukum dengan mengetahui adanya pungutan liar dan jual beli itu terjadi secara kasat mata mudah di lakukan, tinggal di atur ulang dengan cara cabut lot (ambil nomor) biar tidak ada kecurigaaan dan permainan dalam penempatan kios tersebut. Bahkan dapat di ketahui siapa -siapa yang menempati kios yang berdasarkan pengamatan hampir semuanya memiliki kios lain di beberapa tempat. pungkasnya.

Jual beli kios ini dikatan secara Sistematis Terarah dan Terukur karena permainan oknum pegawai dinas ini memberikan janji kepada pedagang yang menginginkan tempat tersebut dengan meminta uang secara cicil dari sebelum pasar sabi – sabi di bangun.Ada yang mulai menyicil uang dari tahun 2017 hingga tempat sudah jadi. (JBN)

(Sumber : FPII Setwil Maluku Utara/ Deputi Jaringan Presidium FPII)

Komentar

Postingan Populer